Rabu, 18 November 2009

Peta Politik KUTAI KARTANEGARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRILAKU PEMILIH MASYARAKAT KEC. TENGGARONG KUTAI KARTANEGARA
STUDY PILKADA 2005


ABSTRACTION
Indonesia election 1955 is first election in Indonesia. This election is often told by general election most democratic Indonesia. Even for the size measure of in this time, election 1955 it is true excrutiatingly. Do not have the experience democratize, followed by 118 political party, organizational, faction and civil, and also shade also by all sort of emulation usher the ideology, but anyway its result is friction of physical or conflict nothing there is no.
Indonesia, with the resident almost 90% the religion is Muslim in faction politics. ( G. William Skinner 1959:37) Faction can be interpreted by as religious cultural division in community, what do not representation class and or political dustings. ( Ricklefs 1993:241) faction is " a socio-cultural where about the carrying out of culture, religion, and political have the character of communal and vertical compared to horizontal, as there are in society conscious-class".
To Know the Behavior chosen at a period to Orde lama of through religious aspect mapping is dichotomy santri-abangan which is in developing from trikotomi Geertz in The Relegion Of Java ( 1960). Geertz see the muslim community in Java own three variant, that is Abangan, Santri And Priayi. They more or less own the religious expression and different political importance
From network of election of after Orde baru (Reformasi) of there are behavioral acute fact Newly the Chosen, political framework of faction in fact shall no longer be valid or loss relevancy to explain its his chosen is duet of Megawati-Hamzah Haz. Exactly since New Order of when change social-relegion which enough significant influence the political constellation of fatherland. Is not valid is political theory [of] factoin is it to explain the political constellation dynamics and of that contemporary Indonesia is visible from formation of coalition or politics alliance which is formed of time after time since 1990-year.
1. Its his chosen Abdurahman Wahid as President RI of four at SU MPR October 1999
2. A politics " Faction" Islam of is other dissimilar, Partai Kebangkitan bangsa (PKB), exactly refuse to confess the MPR shifting down Abdurrahman Wahid and chosen Megawati as fifth president RI.
3. Its his chosen is duet of Megawati-Hamzah Haz, clear is political border passage of Faction
4. Election Hamzah-Haz also prove progressively assure the political irrelevancy and invalidities of faction, Hamzah-Haz do not only in supporting by political strength of Islam, but also most member MPR from PDI-P. Akbar Tanjung, as last rival of Hamzah-Haz, is may simply supported especially by Fraksi Golkar (FPG) And voices of member MPR which any other dissimilar Faction
There are relevant interesting fact of PILKADA 2005 Kutai Kartanegara, besides representing first direct PILKADA in Indonesia. In this PILKADA visible of political map on level of society local which cannot be seen by throughpolitical approach of( politik aliran-gertz). Spirit of politics local on society which just now experience of the process democratize perhaps need a lot of political reference in order not to be coloured by the abuse. Attitude And local society culture also will colour the the democracy quality value. Do not less important again political party role in running its function become the matter which urgen to construct the which the mentioned not yet deflected run maximally.
Finding draw is attitude of cultural pragmatism value and of familiarity which still jell can degrade the quality value democratize on society of Kutai Kartanegara, this is visible from influence which less signifikan of social factor religion, ethnic, age and gender. Society of Kutai Kartanegara these days more influencing by factor of intellectuality and education beside advantage attitude with which they get is direct the than political involvement

Pendekatan yang dipakai dalam PILKADA 2005 di Kutai Kartanegara

Tahun 2005 masyarakat Kutai Kartanegara mempunyai pengalaman pemilu pasca Orde Baru (Reformasi) sebanyak 5 kali yaitu pemilu legislatif 1999 dan 2004, PILPRES I & PILPRES II, dan Pilkada 2005.

Dalam pemilu legislatif 2004 kerangka politik aliran tidak relevan untuk menggambarkan perilaku memilih pada masyarakat kutai kartanegara. Kita ketahui bersama mayoritas penduduk Kutai Kartanegara beragama Islam sebanyak 92, 4%. Akan tetapi perolehan suara partai-partai yang berbasis islam seperti (PAN, PKB, dan PKS. dll) tidak begitu signifikan, hanya PAN dan PKS saja yang mendapatkan masing-masing 3 kursi di DPRD.

Pada giliran selanjutnya masyarakat Kutai kartanegara di hadapkan dengan Pemilihan Kepala Daerah Langsung (PILKADA). Khusunya Kecamatan Tenggarong dengan jumlah pemilih terbesar dibandingkan daerah lainnya yaitu sebanyak 59.536 pemilih atau dengan persentase 15,8% dari total pemilih di Kabupaten Kutai Kartanegara sebanyak 375.925 pemilih. Kecamatan Tenggarong merupakan ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara sehingga akses informasi lebih banyak diterima jika dibandingkan Kecamatan lainnya. Jumlah penduduk untuk Kecamatan ini adalah sebesar 67.639 (BPS Kab. Kukar 2006) dengan 13 kelurahan yang ada, di dominasi oleh suku Kutai, Jawa, Dayak, Banjar, dan Bugis serta mayoritas beragama Islam dengan prosentase sebesar 91.3%. Sedangkan untuk lapangan pekerjaan sebanyak 35% di bidang pemerintahan, 16% Swasta, 22% pertambangan, 23% pertanian dan peternakan, 4% lainnya. Dengan bekal pemilihan parlemen daerah secara langsung pada tahun 1999 dan 2004 masyarakat Kecamatan Tenggarong dihantarkan pada PILKADA pertama di Indonesia. PILKADA Juni 2005 di Kutai Kartanegara di ikuti oleh 3 kandidat yaitu :

  1. H. Adji Sofyan Alex B.sc dan Drs. H.M. Irkham di usung oleh PAN dan PKS dengan masing-masing mendapatkan 3 kursi di Parlemen.
  2. H.M. Tadjuddin Noor H.M., S.Sos dan H. Abdul Djabar Bukran, S.Sos di usung partai Patriot 3 Kursi, PPP 2 Kursi, merdeka 1 Kursi , PPDI, dan PDS.
  3. Drs. H. Syaukani HR, MM dan Drs.H. Samsuri Aspar, MM di usung oleh partai Golkar dengan 22 kursi di Parlemen
Dari ketiga kandidat diatas tergambar jelas kekuatan partai yang mengusung masing-masing kandidat, yaitu kekuatan Nasionalis berhadapan dengan Islam atau Santri Vs Abangan. Jika masyarakat kecamatan Tenggarong konsisten dengan kerangka politik aliran maka masyarakat kecamatan ini dengan 91,3% beragama Islam akan mendukung sepenuhnya pasangan kandidat yang di usung partai berbasis Islam (PAN & PKS).

Akan tetapi fakta berkehendak lain, kandidat nomor 3 yang di usung oleh partai beraliran Nasionalis (Golkar) unggul Sebanyak 61% dari 203 TPS. Dengan demikian, formasi aliansi dan koalisi kekuatan-kekuatan politik yang menentukan perjalanan politik negeri ini bukan lagi politik aliran. Akan tetapi situasi-situasi ad hoc dan pragmatisme kepentingan bersama (Common Inters). Di samping itu juga terdapat faktor-faktor lain yang dapat dijadikan pendekatan dalam prilaku pemilih seperti

Pendekatan Kemasyarakatan: Mahzab Columbia, masyarakat atau kelompok sosial akan memilih pihak yang terbaik melayani keingginan mereka. Tetapi teori ini berpendapat bahwa kelas buatan seperti ras, agama, bahasa, perbedaan desa dengan kota, dan kadang-kadang jenis kelamin, generasi dan jabatan adalah faktor penentu perilaku pemungutan suara yang paling utama. ( Paul f. Lzarsfeld et al., The people`s choice 1994)

Pendekatan Psikologis: Mahzab Michigan yaitu berkonsentrasi pada karekteristik individu, terutama peran identifikasi dalam pemilihan umum. Ini adalah suatu corak yang kronis dan relatif stabil bahwa individu memperoleh sebagai hasil sosialisasi masa kanak-kanak dan orang dewasa. individu merasa politik dalam pemilu diinterpretasikan dengan kebijakan, isu, dan figure si calon. Hal tersebut yang dapat mempengaruhi pemungutan suara, dan itu juga membantu arah individu menset cara yang ditempuh untuk menghubungkan segala hal yang umum ke politik dan pemerintahan. (Agus Campbell et al., The american voter 1960)

Rational Choice Mengasumsikan bahwa warga negara adalah rasional. Dan memilih atas dasar kalkulasi semua informasi yang mana dalam Pemilu memberi semua yang mereka perlukan. mereka kemudian bertindak atas dasar kepentingan diri mereka sendiri. Keputusan pemungutan suara bagi mereka adalah serupa konsumen (pemberi suara) di dalam pasar ekonomi yang mengkalkulasi harga dan keuntungan-keuntungan memilih satu orang atau produk komersil (partai politik) dibandingkan yang lain. Memilih sesuatu dalam pemilihan adalah seperti memilih suatu keranjang barang-barang di dalam Supermarket. Singkatnya, menjelaskan perilaku pemberi suara individu dan itu dapat menjelaskan kebijakan dan strategi partai politik dalam kaitan dengan suatu teori ekonomi konsumen (pemberi suara) dan produsen kebijakan publik (Partai politik) (Anthony Downs, An Economic Theory Of Democracy 1957)

Pertanyaan yang krusial bagi para politisi sekarang adalah bagaimana masyarakat bisa menyukai atau tidak menyukai? Memilih atau tidak memilih?

Terdapat banyak faktor Psikologis dan sosial yang mempengaruhi kemungkinan seseorang berpartisipasi dalam politik. Tetapi faktor yang utama adalah sebagai berikut: {Sydney Verba dan Norman H.nie, Participation In America: Political Democracy and Sosial Equality (new york : Harper & Row,1972)}
Faktor yang mempengaruhi partisipasi politik (Oliver H. Woshinky, Culture And Politics 1995)
Skema Sederhana Untuk Memahami Masalah Perilaku Politik

Education, tiap-tiap studi partisipasi politik telah menunjukkan bahwa, dari tahun ke tahun orang-orang yang sudah diterima di sekolah pendidikan formal, semakin mungkin adalah mereka yang akan mulai bekerja dalam kegiatan politik. Secara alami, bahwa lebih banyak pendidikan menghasilkan suatu kemungkinan yang jauh lebih besar dari keterlibatan politik. Adanya dominasi tingkat pendidikan SMU pada Masyarakat Kecamatan Tenggarong Kab. Kutai Kartanegara sebagai pemilih dalam pilkada kukar 2005 sebesar 56% Merupakan keadaan yang cukup untuk mendapatkan informasi politik. Akan tetapi dari segi kualitas pendidikan SMU tidak dapat memberikan kontribusi pengalaman politik yang cukup untuk memberikan sikap memilih.

Class, kelas adalah variabel yang lain yang mempengaruhi keterlibatan politis. Kelas yang lebih rendah pada masyarakat semakin sedikit kemungkinan untuk terlibat dalam aktifitas politik. Seperti para pekerja tak mahir lebih sedikit kemungkinannya dibandingkan para eksekutif bisnis untuk membaca sekitar info politik, memperbicangkan tentang politik, penyaluran suara, atau mencalonkan diri untuk di kantornya. Kelas menengah profesional akan menjadi orang-orang yang lebih aktif atas kesejahteraan mereka. Bagi masyarakat Kecamatan Tenggarong Kab Kutai Kartanegara class yang diukur dengan tingkat pendapatan dan profesi membawa kepada kondisi ekonomi menengah sebesar 54% dari pemilih pada pilkada 2005, tentunya ini dapat membuat mereka aktif dalam perjuangan atas kesejahteraan mereka. Tidak lagi mengherankan pemilih ini mudah di modifikasi untuk bersikap pragmatis dalam pilihan politiknya. Money politik dalam pilkada 2005 menjadi senjata yang efektif untuk menggoda pemilih semacam ini, sebagai mana pernyataan seorang warga Tenggarong yang menggunakan hak pilihnya atas apa yang mereka dapatkan sebagi berikut: ”Secara ideal memang kandidat Bupati (X) yang memiliki visi & misi yang cemerlang akan tetapi ia menjatuhkan pilihan kepada Kandidat Bupati (Y) yang menurut dia akan memberi kesejahteraan lebih seperti pekerjaan, pendapatan lebih, dll secara langsung pada diri pribadinya”.

Gender, laki-laki menjadi lebih mungkin dibandingkan para wanita untuk mengambil tindakan politis: surat kabar yang dibaca, di tempat umum untuk mendiskusikan afair pemerintahan, penyaluran hak suara. Tetapi di sejumlah negara-negara dengan mengedepankan ekonomi industri atau negara maju, kebanyakan para wanita mengambil bagian di dalam aspek politik pada tingkatan yang sama dengan laki-laki. Dominasi pemilih masyarakat kecamatan Tenggarong dari segi gender dalam Pilkada 2005 sebesar 68,4% ialah pria, ini memungkinkan faktor gender (Pria) berpengaruh besar dibandingkan wanita yang hanya sebesar 31.6%, dimana secara teoritis terdapat aturan sederhana dimana orang-orang suka dengan orang-orang yang sama dengan diri mereka

Dua faktor yang lain Religion dan Ethnicity, agama yang dianut mayoritas penduduk suatu negara akan lebih banyak berperan dalam partisipasi politik seperti agama Islam di Indonesia yang memunculkan partai-partai politik Islam dan aliran politik Islam (santri, abangan, dan priayi). Begitupun suku/ras mayoritas suatu negara akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam penyaluran suara.

Di dalam masyarakat manapun, agama mempengaruhi perilaku politis di dalam dua jalan utama. Pertama. Semakin tradisional atau konservatif suatu agama, pengikutnya akan semakin mengadopsi perspektif konservatif pada semua aktifitas kehidupan, mencakup sosial dan yang politis. Kedua, apapun juga agama mu, semakin dengan rajinnya kamu bertahan pada itu, semakin konservatif kamu dalam politik. ( Oliver H. Woshinky, Culture And Politics 1995)

Aturan yang umum adalah: Religius berhubungan dengan orientasi konservatif ke dalam hidup. Agama adalah fondasi yang mendasar dari politik di dalam masyarakat keagamaan. Sehingga menimbulkan fanatik terhadap agama, karena berkaitan dengan nilai-nilai moral dan emosional.
Sebanyak ±90% penduduk Kec. Tengagarong sekaligus pemilih beragama Islam. Dominasi responden beragama Islam memungkinkan untuk memilih partai-partai yang berideologi Islam. Akan tetapi pada masyarakat Kecamatan Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara hal ini tidak terjadi. Pilkada 2005 kandidat Bupati yang diusung oleh Fraksi Akar (PAN & PKS) yang notabene representasi partai Islam di DPRD Sulit mencapai perolehan suara pemilih hingga 50%, terjadi perbandingan terbalik antara dominasi Pemilih beragama Islam dengan perolehan suara kandidat dari Partai berideologi Islam. Pada masyarakat Kecamatan Tenggarong masih terdapat anggapan yang berbeda antara politik dan agama, bahwa kegiatan agama hanya terbatas pada pengajian rumah-kerumah dan ibadah ritual lainnya, kemudian juga masyarakat kurang terlibat dalam ormas-ormas keagamaan sebagai wadah pengalaman politik mereka. pemisahan pemahaman ini membuat partai-partai Islam kurang mendapat dukungan terlihat pula dari komposisi kursi di parlemen PAN & PKS sebagai partai berhaluan Islam hanya mendapat dukungan sebesar 14% dari jumlah keseluruhan yaitu 41 orang pada Pileg 2004.

Dalam teori Suku, Ras, agama, Golongan, dan gender terdapat aturan main yang sama yaitu orang-orang suka dengan orang-orang yang sama dengan diri mereka. Kalau saja perilaku memilih masyarakat Kecamatan Tenggarong konsisten dengan teori ini maka dapat dipastikan setiap kandidat yang berasal dari suku Kutai akan mendominasi hasil suara. Akan tetapi hasil PILKADA 2005 lalu kandidat yang berasal dari suku bangsawan kutai (gelar Aji) kurang mendapat dukungan. Masyarakat suku Kutai sebagai home base dalam pilkada ini sendiri kurang terlibat dalam aktifitas politik seperti kampanye, sebagai simpatisan, tim sukses, atau pengurus partai jika dibandingkan dengan suku lain yang mendiami Kec. Tenggarong kab. Kutai Kartanegara.

Dari sembilan faktor dengan dua pendekatan yaitu sosial kemasyarkatan (mahzab columbia) dan psikologis (mahzab Michigan) kemudian diukur melalui:
  1. Identitas kemasyarakatan seperti: Gender, Tingkat pendidikan, Profesi, Tingkat penghasilan, Usia, Agama, dan Suku.
  2. Sarana media Informasi: Media yang dimiliki, Sumber Info Pilkada, Acara TV yang sering disaksiskan, Rubrik Koran yang sering dibaca, Acara Radio yang sering didengar, diskusi masalah pemerintahan.
  3. Pengalaman politik: Terlibat pemilihan di tingkat RT, pengurus di lingkungan kerja, pengurus di ormas, keagamaan, dan kepemudaan, dan ambil bagian dalam pemilu.
  4. Pengetahuan Akan Pilkada 2005 : Tujuan Pilkada, Alasan penggunaan dan tidak menggunakan hak pilih, pengenalan terhadap calon yang dipilih, Visi & Misi calon, Harapan akan Pilkada tersebut.
Maka didapat Rangking dominasi pengaruh yang di berikan dalam perilaku memilih masyarakat Kec. Tenggarong Kab.Kutai Kartanegara, dalam bentuk pernyataan sikap (kuantitatif) tidak setuju, kurang setuju, setuju, dan sangat setuju. Kemudian di kaitkan dengan keputusan dalam memilih atau tidak memilih dapat terlihat konsistensi pengaruh tersebut. Berikut ringkasan tabel menjelaskan pengaruh sembilan faktor tersebut:

Faktor dominan yang mempengaruhi terhadap Sikap perilaku memilih responden


Berdasarkan apa yang terungkap diatas maka masyarakat kecamatan Tenggarong sebagai pemilih dalam Pilkada 2005 menggunakan pertimbangan faktor intelektualitas (psikologis) sebagai dasar utama dalam mempengaruhi keputusan memilih diikuti oleh faktor tingkat pendidikan, Karier & profesi (sosial Kemasyarakatan). Sedangkan besaran nilai pengaruh dari faktor-faktor tersebut tiga besar di dominasi oleh Faktor intelektual, faktor kecakapan fisik, dan tingkat pendidikan.

Penutup

Sejak pemilu pasca Orde Baru (Reformasi) terdapat fakta baru menyakut Perilaku Memilih, kerangka politik aliran Geertz in The Relegion Of Java ( 1960) sebenarnya tidak lagi valid atau kehilangan relevansi. Diadakan pendekatan lain untuk memetakan prilaku memilih masyarakat yaitu dengan pendekatan sosial-kemasyarakatan, psikologis dan rational choice. Dari pendekatan tersebut didapat fakta baru mengenai prilaku masyarakat kecamatan Tenggarong dalam PILKADA 2005 menyangkut prilakunya memilihnya dimana politik aliran yang disandarkan pada faktor agama telah melintasi batas pemisahannya dan tidak menjadi faktor utama dalam melihat peta politik aliran dalam masyarakat. Situasi kekinian ad hoc dan pragmatis (common Intrest) yang lebih dominan secara psikologis mempengaruhi prilaku pemilih saat ini. Disamping itu derasnya arus informasi yang menglobal secara sosial-kemasyarakatan tingkat pendidikan yang membentuk intelektualitas sesorang menjadi faktor penting dalam mempengaruhi prilaku memilih.

PUSTAKA PILIHAN
Imam tholkhah, (2003). Anatomi Konflik Politik Di Indonesia. PT Raja Grafindo Persada, Jakarata.
Ken Newton and Jan W. Vandeth, (2005). Foundations Of Comparative Politics Democracies Of Modern World, Cambridge University Press
Miriam Budiardjo, (2004). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia pustaka Utama, Jakarta
Oliver H. Woshinky, (1995). Culture And Politics An Itroduce To Mass And Elite Political Behavior. Prantice Hall, Inc. A simon & schuster company Engle word cliff, New jersey 07632

Jumat, 17 April 2009

PenD@W@ 5 J@ng@n Berhati Kur@w@

Buah Kemiri buah Rambai Kuranji
hati... yang hiri jangan sampai bercampur dengki..

Pembangunan memang belum lagi merata
jangan membabi buta mandik melihat nyata
Hiri....... ngan dengki mata hati jadi buta

bahari Rusa baik bneh tanduknya......
amun kuasa baik-baik menggunakannya..
mun di tegur mandik usah besesak dada
jangan mentang kuasa lalu sesuka suka..
pendawa lima jangan berhati kurawa
Jangan coba tutupi si matahari dengan telapak tangan
sihannya... aduh sihanya...
hangus terbakar telapak tangan.. salahan sorang.......

Buahlah Duku, buah Langsat Rambutan
amun dahulu etam salah wayah ini jangan
pembangunan etam polah, olah bebaya..


Enggang bersuka ria Bulan mendi cahaya
Ruhuyu Rahayu bumi etam segalannya...

Kita Butuh Negarawan